OTONOMI DAERAH
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 32 tahun 2004) merupakan Undang-Undang (UU) yang mengatur secara
gamblang tentang Pemerintahan Daerah (Perda). Terkait dengan UU ini saat ini
sedang hangat diperbincangkan tentang “Pemilihan Kepada Daerah oleh DPRD”. Jika
dikaitkan dengan demokrasi yang mana pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat. Pemahaman sederhana yang dapat digambarkan atas sebuah demokrasi.
Demokrasi ini dituangkan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI 1945), yaitu “kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang”.
Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan
politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara
langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan).
DPRD adalah wakil rakyat yang dipilih rakyat untuk mewakili aspirasi mereka di
pemerintahan. Jika dilihat dari pengertian demokrasi itu sendiri dimana
terdapat demokrasi secara tidak langsung (representatif demokrasi). Memang dimungkinkan
terjadinya pemilihan kepala daerah oleh DPRD.
Namun saat ini hal ini masih menjadi
pertentangan karena jika disandingkan juga dengan Pasal 22E ayat (1) UUD NRI
1945 yang berbunyi “Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”. Dalam pasal tersebut kata
“langsung” ditafsirkan dan juga mengkehendaki dilakukannya pemilihan kepala
daerah oleh rakyat secara langsung. Dimana setiap warga negara memiliki hak
suara untuk individu yang telah memenuhi syarat. Alasan lain yang menjadi
faktor lahirnya wacana ini adalah masalah finansial. Dana yang digunakan untuk
setiap pemilihan kepala daerah memang terbilang besar. Jika dana tersebut
dialihkan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat tentu akan lebih baik. Tetapi
terdapat juga kubu kontra untuk wacana tersebut yang memandang akan mudahnya
terjadi jual beli suara antara setiap oknum yang berkepentingan untuk berkuasa
di tingkat daerah.
Untuk itu perlu dikaji lebih mendalam
mengenai wacana yang sedang hangat diperdebatkan di nasional. Disamping itu
sebagai bahan pembelajaran dalam materi “Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah” maka kasus tersebut diangkat sebagai perbandingan antara teori
dan fakta dilapangan. Perlu juga ditemukan solusi untuk setiap permasalahan
tersebut.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang
telah dijabarkan tentu dapat terlihat banayak hal yang peru dibenahi. Maka
dapat ditentukan hal-hal yang akan menjadi rumusan masalah yaitu :
1. Mengapa wacana Pemilihan
Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah oleh DPRD bisa terjadi ?
2. Bagaimanakah
perbandingan antara teori dengan fakta dilapangan ?
3. Bagaimanakah problem solving untuk kasus Pemilihan Kepala Daerah Dan
Wakil Kepala Daerah oleh DPRD dan cara pencegahannya ?
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tentang
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Wacana pemilihan Gubernur yang merupakan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah oleh DPRD ini tentu berhubungan erat
dengan demokrasi. Demokrasi yang memberikan kedaulatan berada ditangan rakyat.
Istilah deokrasi sendiri berasal dari bahasa Yunani (dēmokratía) “kekuasaan rakyat”,
yang dibentuk dari kata (dêmos) “rakyat” dan (Kratos) “kekuasaan”. Demokrasi muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kotaYunani Kuno,
khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM.
Pemilihan umum kepala daerah dan wakil
kepala daerah, atau sering disebut Pilkada, merupakan perkara wajib yang harus
dilaksanakan setelah periode untuk menjabat habis sebagaimana dalam UU No. 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Pilkada sendiri adalah pemilihan umum untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat. Sebelum
dilangsungkannya Pilkada tersebut calon kepala daerah dan wakil kepala daerah
adalah warga Negara Republik Indonesia yang harus memenuhi syarat yang
ditentukan pada Pasal 58 UU No. 32 tahun 2004. Dalam hal ini yang disebut
sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah:
Pada awalnya pasangan kepala daerah dan
wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah(DPRD). Ketika diundangkannya UU
No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam
undang-undang ini, Pilkada belum ditetapkan dilakukan dengan pemilihan umum (pemilu). Hingga Pilkada pertama kali
diselenggarakan pada bulan Juni 2005.
Hingga Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007
tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (UU No. 22 tahun 2007) diundangkan pada
tahun 2007 berlaku. Pilkada diberlakukan yang kemudian disebut “pemilihan umum
kepala daerah dan wakil kepala daerah”. Setelah UU No. 22 tahun 2007
diundangkan, Pilkada pertama yang diselenggarakan berdasarakan undang-undang
ini adalah Pilkada DKI Jakarta 2007.
Penyelenggaraan Pilkada dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota. Pilkada diselenggarakan dengan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Provinsi dan
Panwaslu Kabupaten/Kota. Keanggotaan dari Panwaslu terdiri atas unsur
kepolisian, kejaksaan, perguruan tinggi, pers, dan tokoh masyarakat sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 57 ayat (3) UU No. 32 tahun 2004. Keanggotaan tersebut
diusulkan oleh panitia pengawas kabupaten/kota untuk ditetapkan oleh DPRD
sesuai Pasal 57 ayat (5) UU No. 32 tahun 2004
Peserta Pilkada adalah pasangan calon yang
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Hal ini sesuai
dengan Pasal 56 ayat (2) UU No. 32 tahun 2004. Namun ketentuan ini diubah
dengan UU No. 12 tahun 2008 yang menyatakan bahwa “peserta Pilkada juga dapat
berasal dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang”.
Undang-undang ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan beberapa pasal menyangkut peserta Pilkada dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Sedangkan spesialisasi kembali terjadi di
Nanggroe Aceh Darussalam, peserta Pilkada juga dapat diusulkan oleh partai
politik lokal.
Istilah demokrasi diperkenalkan kali
pertama oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu suatu pemerintahan yang
menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan banyak orang (rakyat). Dalam
perkembangannya, demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara didunia. Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai
berikut.
2.
Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
Secara Umum
Demokrasi adalah sangat berkatitan erat
dengan kekuasaan yang lebih tepatnya pengelolaan kekuasaan
secaraberadab. Sistem manajemen kekuasaan yang dilandasi oleh nilai-nilai dan etika serta peradaban yang menghargai martabat manusia. Pelaku utama demokrasi adalah kita semua, setiap orang yang selama ini selalu
diatasnamakan namun tak pernah ikut menentukan. Menjaga proses demokratisasi adalah memahami secara benar hak-hak yang kita miliki, menjaga hak-hak itu agar siapapun
menghormatinya, melawan siapapun yang berusaha melanggar hak-hak itu. Demokrasi pada dasarnya adalah aturan orang (people rule),
dan di dalam sistem politik yang demokratis warga mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur pemerintahan
di dunia publik.
Sedang demokrasi adalah keputusan berdasarkan suara terbanyak. Di Indonesia,pergerakan
nasional juga mencita-citakan pembentukan negara
demokrasi yang berwatak anti-feodalisme dan anti-imperialisme, dengan tujuan membentuk masyarakat sosialis. Bagi Gus Dur, landasan demokrasi adalahkeadilan,
dalam arti terbukanya peluang kepada semua orang, dan berarti juga otonomi atau kemandirian dari orang yang bersangkutan untuk mengatur hidupnya, sesuai dengan apa
yang dia ingini. Jadi masalah keadilan menjadi penting, dalam arti dia
mempunyai hak untuk menentukan sendiri jalan hidupnya, tetapi harus dihormati
haknya dan harus diberi peluang dan kemudahan serta pertolongan untuk mencapai
itu.
Rakyat bebas menyampaikan aspirasinya demi kepentingan bersama. Kepentingan bersama yang harus direalisasikan
oleh para profesi hukum. Tetapi “terjadinya penyalahgunaan profesi hukum
tersebut disebabkan adanya faktor kepentingan”.[1] Wacana pemilihan
Gubernur oleh DPRD ini terjadi karena banyaknya pelanggaran yang terjadi dalam
Pemilukada. Salah satunya adanya money politik yang dapat mengungah
ideologi masyarakat dalam menentukan pilihannya. Berbagai alasan yang memicu
terjadinya wacana pemilihan gubernur oleh DPRD.
Namun, terkait dengan pemilihan gubernur
oleh DPRD yang diwacanakan saat ini jelas bertentangan dengan prinsip demokrasi
yang dianut Indonesia. Dimana dalam demokrasi terdapat prinsip dan syarat yang
harus terpenuhi agar dapat memenuhi penerapan implementasi demokrasi tersebut.
Setiap prinsip demokrasi danprasyarat dari berdirinya negara demokrasi telah terakomodasi dalam suatu konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip-prinsip demokrasi, dapat
ditinjau dari pendapat Almadudi yang kemudian dikenal dengan “sokoguru
demokrasi.”Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah:
2.
Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;
6.
Pemilihan yang bebas dan jujur;
7.
Persamaan di depan hukum;
8.
Proses hukum yang wajar;
Terkait dengan hal tersebut maka adapaun
pokok pikiran atau landasan berpikir suatu pemerintahan demokrasi adalah
pengakuan hakikat manusia, yaitu pada dasarnya manusia mempunyai kemampuan yang sama dalamhubungan sosial.
Berdasarkan gagasan dasar tersebut terdapat 2 (dua) asas pokok demokrasi,
yaitu:
1.
Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya pemilihan wakil-wakil rakyat untuk lembaga
perwakilan rakyat secara langsung, umum, bebas,
dan rahasia serta jurdil;
2.
Pengakuan hakikat dan martabat manusia,
misalnya adanya tindakan pemerintah untuk melindungi hak-hakasasi manusia demi kepentingan bersama.
Terdapat statement bahwa “Pemilihan umum
secara langsung mencerminkan sebuah demokrasi yang baik”. Jika pemilihan Gubernur dan wakilnya oleg DPRD
terrealisasi maka tentu telah menyalahi ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945 yang
disebutkan bahwa pemilihan seharusnya dilakukan secara langsung.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomer 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomer 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang dan Peraturan
Pemerintah Nomer 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nemer 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Tahapan Pilkada secara
langsung dibagi menjadi 2 (dua) tahap yaitu tahap persiapan dan tahap
pelaksanaan.
Tahap Persiapan meliputi :
1.
Pemberitahuan DPRD kepada KDH dan KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan
Kepala Daerah.
2.
Dengan adanya pemberitahuan dimaksud KDH berkewajiban untuk menyampaikan
laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah dan laporan keterangan
pertanggungjawaban kepada DPRD.
3.
KPUD dengan pemberitahuan dimaksud menetapkan rencana penyelenggaraan
Pemilihan KDH dan WKDH yang meliputi penetapan tatacara dan jadwal tahapan
PILKADA, membentuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara
(PPS), dan Kelompok Penyelenggara pemungutan Suara (KPPS) serta pemberitahuan
dan pendaftaran pemantau.
4.
DPRD membentuk Panitia pengawas Pemilihan yang unsurnya terdiri dari
Kepolisian, Kejaksaan, perguruan Tinggi, Pers dan Tokoh masyarakat.
Misalnya diambil suatu contoh untuk
pemilihan Gubernur diawali dengan proses penetapan Daftar Pemilih Sementara
(DPS) sampai dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT), begitu juga proses pencalonan,
kampanye sampai dengan pemungutan dan penghitungan suara serta penetapan jadwal
pelaksanaan. Dalam tahapan selanjutnya dilakukan Pengumuman Pendaftaran
dan Penetapan Pasangan Calon Peserta pemilihan adalah pasangan calon yang
diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang memenuhi
persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15 % jumlah kursi di DPRD atau 15 %
dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan anggota DPRD di daerah yang
bersangkutan. Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam
mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh sekurang-kurangnya
15 % jumlah kursi DPRD apabila hasil bagi jumlah kursi menghasilkan angka
pecahan maka perolehan 15 % dari jumlah kursi dihitung dengan pembulatan ke
atas, sebagai contoh jumlah kursi DPRD 45 dikali 15 % sama dengan 6,75 kursi
sehingga untuk memenuhi persyaratan 15 % adalah 7 kursi. Selanjutnya dilakukan
penelitian persyaratan pasangan calon dengan meminta kepada KPUD untuk selalu
independen dan memberlakukan semua pasangan calon secara adil dan setara serta
berkoordinasi dengan instansi teknis seperti Diknas apabila ijazah cajon
diragukan. Dalam melakukan penelitian persyaratan pasangan calon agar dilakukan
secara terbuka, apa kekurangan persyaratan dari pasangan calon dan
memperhatikan waktu agar kekurangan persyaratan tersebut dapat dilengkapi oleh
pasangan calon.
Sebelum sampai pada tahapan
penyelenggaraan pemilihan, sehingga diperlukan langkah-langkah koordinasi yang
optimal. Kampanye dilaksanakan antara lain melalui pertemuan terbatas, tatap
muka, penyebaran melalui media cetak/elektronik, pemasangan alat peraga dan
debat publik yang dilaksanakan selama 14 (empat belas) hari dan berakhir 3
(tiga) hari sebelum pemungutan suara yang disebut masa tenang. Terkait dengan
kampanye melalui media cetak/elektronik, Undang-undang menegaskan agar media
cetak/elektronik memberi kesempatan yang sama pada setiap pasangan calon untuk
menyampaikan tema dan materi kampanye. Selain daripada itu pemerintah
daerah juga diwajibkan memberi kesempatan yang sama pada setiap pasangan calon
untuk menggunakan fasilitas umum. Pengaturan lainnya tentang kampanye
adalah :
1.
Pasangan calon wajib menyampaikan visi misi dan rogram secara lisan maupun
kepada masyarakat.
2.
Penyampaian materi kampanye dilakukan dengan carasopan, tertib
dan bersifat edukatif.
3.
Larangan kampanye antara lain menghasut atau mengadu domba partai politik
atau kelompok masyarakat dan menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah dan
pemerintah daerah serta melakukan pawai arak-arakan yang dilakukan dengan
berjalan kaki atau dengan kendaraan di jalan raya.
4.
Dalam kampanye pasangan calon atau tim kampanye dilarang melibatkan PNS,
TNI/Polri sebagai peserta kampanye dan juru kampanye dalam pemilihan.
5.
Pejabat negara yang menjadi calon kepala daerah dan wakil Kepala daerah
dalam melaksanakan kampanye tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan
jabatannya dan harus menjalankan cuti.
Dengan telah terpenuhinya syarat dan
prasyarat sebelum dilakukannya pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
maka masih dilalui berbagai proses baik sebelum dan sesudah terpilihnya
sebagaiman telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demokrasi adalah pondasi dalam menjalankan
pemerintahan termasuk halnya dalam melakukan pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah. Namun banyaknya faktor kepentingan politik menjadi salah satu
penyebab dari berbagai alasan diwacanakannya pemilihan Gubernur dan wakil
gubernur (Kepala dan wakil kepala daerah) oleh DPRD.
B. Saran
Sebagai negara hukum dan berlandaskan pada kedaulatan rakyat sebagaimana
diatur dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) maka segala
sesuatunya harus bersalal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sehingga,
dilakukan pemilihannya hendaknya tetap sesuai dengan kondisi saat ini yang
harus berlandaskan dengan demokrasi. Sebagai bentuk implementasi dan pengamalan
konstitusi serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.